Sebuah kota tak hanya terdiri dari jalanan, gedung-gedung, dan sungai yang membelahnya. Ia juga dibentuk oleh kenangan, harapan, dan kisah-kisah yang sering kali tak tercatat dalam buku sejarah resmi. Setiap sudut kota menyimpan jejak peristiwa dan emosi, yang apabila tidak dituliskan, akan larut bersama waktu. Karena itulah, mencatat sebuah kota—dari masa lalunya, wajah hari ini, hingga bayangan masa depannya—menjadi sebuah kerja kultural yang penting. Sebab kota tidak hanya tumbuh secara fisik, tetapi juga secara naratif: tumbuh dari cerita-cerita yang disampaikan, diwariskan, dan dihidupkan kembali oleh generasi penerus.
Buku ini lahir dari kesadaran akan pentingnya merawat ingatan kolektif dan membangun narasi lokal dari kacamata warganya sendiri. Ditulis oleh anak-anak muda Samarinda yang tumbuh bersama denyut nadi kota ini, Samarinda dalam Tiga Masa: Merapah Kenangan Masa Lalu, Wajah Hari Ini, dan Bayangan Esok adalah sebuah ajakan agar anak-anak muda di kota-kota lain pun turut menulis tentang kotanya. Sebab bila satu kota bersuara, ia akan terdengar; tapi bila seluruh kota di negeri ini bersuara, gema kisahnya akan membentuk jati diri bangsa.








Ulasan
Belum ada ulasan.