Di Madura, tanah bukan hanya sekadar ruang fisik. Ia adalah jejak leluhur, sumber identitas, dan simbol kolektif yang dijaga dengan penuh sakralitas. Namun, di tengah arus kapitalisme global, makna itu perlahan terkikis: tanah diperlakukan sebagai komoditas, lingkungan rusak, dan masyarakat dipaksa hidup di bawah bayang-bayang kuasa modal.

Dalam buku Kekuasaan dan Perlawanan: Krisis Ekologi dan Politik Agraria di Madura, A. Zahid mengajak kita menyelami pusaran konflik antara tradisi dan modernitas, antara sakralitas dan industrialisasi, antara keterdesakan dan keberanian untuk melawan. Kisah-kisah perlawanan warga desa, refleksi kritis tentang masyarakat risiko, hingga tawaran untuk membayangkan ekologi sosial yang lebih adil membuat buku ini tidak hanya informatif, tetapi juga menggugah kesadaran.

Membaca buku ini berarti memasuki ruang di mana tanah, kuasa, dan harapan bertemu. Ia menantang kita untuk bertanya: di tengah krisis ekologis dan perebutan agraria, di pihak manakah kita akan berdiri?