Pada 2022, kematian seorang remaja di Kota Yogyakarta menarik perhatian publik. Pelajar SMA itu meninggal dunia setelah terkena sabetan benda tajam berupa gir besi di wajahnya. Pada kurun waktu yang sama, seperti diberitakan di media massa, sejumlah warga juga mengalami luka karena sabetan celurit dan benda tajam lainnya karena berbagai aksi kejahatan jalanan atau klitih.
Kejahatan jalanan ini menjadi problematis karena pelakunya merupakan remaja usia sekolah antara lain siswa SMP, SMA, dan alumni SMA yang baru lulus. Jika ditarik ke belakang, kejahatan jalanan yang dilakukan oleh pemuda salah satunya tidak terlepas dari keberadaan geng sekolah di Yogyakarta yang tumbuh sejak 1990-an.
Buku ini mengeksplorasi sejumlah spektrum sosio-kultural pemuda pelaku kejahatan jalanan dan anggota geng di Yogyakarta. Kaum muda sebagai pelaku kejahatan jalanan tidak ditempatkan pada cara pandang yang melabeli, menstereotipkan, serta mereproduksi praktik yang cenderung blame the victims, sebagaimana kata Cohen (1972), kaum muda tidak ditempatkan sebagai folk devils dan dipakai sebagai justifikasi moral panic.
Ulasan
Belum ada ulasan.